Sejarah Rawa Bunga


Dulu di Jakarta ada daerah yang namanya Rawa Bangke. Guna menghilangkan kesan seram, kini daerah tersebut namanya diubah jadi Rawa Bunga. Sekarang, secara administratif daerah itu berada di Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.

Berdasarkan beberapa literatur tentang asal-usul Jakarta, kawasan Rawa Bangke ini dikenal sangat menyeramkan. Daerah ini memiliki banyak cerita kelam saat penjajahan Belanda di Tanah Air. Setidaknya ada tiga versi tentang asal-usul nama Rawa Bangke ini

Contoh asal-usul dari  mediaindonesia 

JAKARTA sebelum menjadi kota metropolitan seperti saat ini merupakan kampung besar. Jika melihat Jakarta tempo dulu, hutan dan rawa masih terbentang. Kini, itu semua berganti hutan beton dengan bangunan tinggi berjajar-jajar. Namun, nama-nama daerah itu hingga kini masih dipakai. Sayangnya, sedikit warga Jakarta yang mengetahui latar belakang di balik nama itu. Di Jakarta Timur, misalnya, di sana ada daerah bernama Rawa Bunga atau biasa dikenal dengan sebutan Rawa Bening. Masyarakat lebih mengenal daerah itu sebagai pusat penjualan batu akik. Ternyata, nama Rawa Bunga sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Di masa penjajahan Belanda, daerah itu dikenal dengan nama Rawa Bangke. Ahli Sejarah Jakarta, Alwi Shahab, menjelaskan kata rawa bangke (bangkai) dipakai lantaran saat itu rawa-rawa di sekitar Jatinegara menjadi tempat pembuangan mayat serdadu Inggris. Dikisahkan Alwi, perseteruan antara Kerajaan Inggris dan Kekaisaran Prancis pada 1800-an menjalar ke seluruh dunia, tak terkecuali ke Indonesia. Pada saat itu, tentara Inggris merasa terancam oleh bersatunya Belanda-Prancis seusai tergulingnya Raja Louise oleh Napoleon.

Karena itu, terjadilah pertempuran sengit di Matraman, yang berjarak sekitar 7 kilometer dari Rawa Bangke. "Pada 1813, terjadi pertempuran antara tentara Inggris dan tentara Prancis di Matraman, tentara Inggris banyak yang tewas, lalu di buang ke rawa-rawa di daerah Jatinegara depan stasiun. Sejak saat itu, disebut Rawa Bangke karena banyak bangkai. Kalau orang Betawi logatnya bangke" kata Alwi kepada Media Indonesia, akhir pekan lalu. Pada pertempuran itu, jelas Alwi, tentara Prancis masuk ke Jatinegara lewat rawa-rawa. Tentara Inggris salah perhitungan dan terdesak dengan serangan Prancis. Di masa penjajahan Belanda, daerah itu dikenal dengan nama Rawa Bangke. Ahli Sejarah Jakarta, Alwi Shahab, menjelaskan kata rawa bangke (bangkai) dipakai lantaran saat itu rawa-rawa di sekitar Jatinegara menjadi tempat pembuangan mayat serdadu Inggris. Dikisahkan Alwi, perseteruan antara Kerajaan Inggris dan Kekaisaran Prancis pada 1800-an menjalar ke seluruh dunia, tak terkecuali ke Indonesia. Pada saat itu, tentara Inggris merasa terancam oleh bersatunya Belanda-Prancis seusai tergulingnya Raja Louise oleh Napoleon.

Karena itu, terjadilah pertempuran sengit di Matraman, yang berjarak sekitar 7 kilometer dari Rawa Bangke. "Pada 1813, terjadi pertempuran antara tentara Inggris dan tentara Prancis di Matraman, tentara Inggris banyak yang tewas, lalu di buang ke rawa-rawa di daerah Jatinegara depan stasiun. Sejak saat itu, disebut Rawa Bangke karena banyak bangkai. Kalau orang Betawi logatnya bangke" kata Alwi kepada Media Indonesia, akhir pekan lalu. Pada pertempuran itu, jelas Alwi, tentara Prancis masuk ke Jatinegara lewat rawa-rawa. Tentara Inggris salah perhitungan dan terdesak dengan serangan Prancis.

"Di Pal Meriam (Matraman)itu dulu Inggris bangun meriam-meriam di Matraman karena dipikir Inggris lewat Ancol. Ternyata Prancis lewat rawa di Jatinegara dan Inggris terdesak, kemudian banyak yang tewas," jelas Alwi. Pada saat itu, pertempuran juga terjadi di terowongan Taman Wilhelmina di area Masjid Istiqlal yang terhubung ke Benteng Berland di daerah Matraman. "Istiqlal kan dulu Benteng Belanda. Ada terowongan yang terhubung ke Berland Matraman" ujar Alwi. Rawa Bangke kemudian dikenal hingga 1980-an. Seiring dengan berjalannya waktu, Rawa Bangke diubah menjadi Rawa Bunga. Dikatakan Alwi, perubahan itu disebabkan masyarakat sekitar merasa risih dengan sebutan bangke.

Konotasi negatif bangke diubah menjadi harum (bunga). Hal senada dikatakan Yunus Mukri, tokoh masyarakat Rawa Bunga. Yunus mengatakan Rawa Bangke sangat dikenal dengan tempat berkumpulnya ulama di sebuah Surau yang kini menjadi Masjid Jami Al-Anwar yang sudah berdiri sejak 1859. "Dulu di masjid ini (Masjid Jami Al-Anwar) ada ulama besar. Guru Baqir Marzuki yang dikenal dengan Datuk Biru," kata pria berumur 75 tahun itu. Menurut Yunus, masyarakat Betawi Rawa Bunga sangat moderat dan bertoleransi tinggi. Selain Masjid Jami Al-Anwar, di sana juga ada Kelenteng Bio Shia Djin Kong yang dibangun Tung Djie Wie, tabib Tionghoa yang hijrah ke Indonesia
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2018. Seputar RW 08 Kelurahan Rawa Bunga Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi Jakarta Timur - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger